TAJDID
BAB
I
PENDAHULUAN
I. Pengertian
Tajdid
Secara umum, pengertian tajdid seperti dikutip dari
Wikipedia adalah sebagai berikut :
Kata “Tajdid” diambil dari bahasa Arab yang berkata dasar
“Jaddada-Yujaddidu-Tajdiidan” yang artinya memperbarui. Kata ini kemudian
dijadikan jargon dalam gerakan pembaruan Islam agar terlepas dari Bid’ah, Takhayyul dan Khurafat. Gerakan ini diilhami dari Gerakan Wahabi di Arab
Saudi dan Pemikiran Al-Afghani yang dibuang di Mesir. Gerakan ini kemudian
menjadi ruh dalam beberapa Organisasi seperti Sarekat
Islam, Muhammadiyyah dan
Al-Irsyad juga Persatuan Islam di Jawa. Gerakan ini pula pernah menjadi ruh
perjuangan Tuanku Imam Bonjol dalam menggerakkan kaum Paderi. Gerakan ini kemudian mengalami Kanter dari
Akademisi Jawa Kejawen yang kemudian menggabungkan diri dalam Budhi Oetomo dan Ulama Jawa yang bergabung dalam Nahdhatul
Ulama. Meski gerakan ini kini
sudah mulai melemah, namun semangatnya kini terus diwariskan pada generasi
berikutnya hingga muncullah Jaringan Islam Liberal yang memiliki visi Tajdid ini meski kemudian
ditentang oleh para Tokoh ummat Islam yang aktif dalam Organisasi yang dulunya
mengusung ruh Tajdid.
Selain itu, seperti
ditulis Aep Saepulloh F. Dalam artikelnya yang berjudul “Tajdid al-Fiqh, Why
Not?” mengungkapkan bahwa
akhir – akhir ini banyak sekali wacana tajdid yang diperdebatkan kembali.
Menurutnya hal ini dikarenakan dua hal yaitu Pertama,
“kegerahan” sebagian kalangan dengan fiqh yang selama ini– dalam kacamata
mereka– cenderung kaku, rigid dan sudah kehilangan “ruh”nya. Untuk
mengembalikan “ruh”nya
inilah, kemudian
mereka menyodorkan beberapa ma’âlim pembaharuan dan
rekonstruksi sebagaimana terlihat dalam tulisan-tulisannya. Kedua,
sebagai reaksi atas kepicikan sebagian kelompok yang sudah “keterlaluan” dalam
melihat fiqh; seolah fiqh adalah benda kramat yang mampu menjawab semua
tantangan dan persoalan kapanpun sehingga karenanya tidak perlu adanya
perubahan. Hanya saja, sayangnya kelompok “pembaharu” ini terkadang lepas
kendali, keluar dari koridor wacana yang dibawanya, tajdîd.
Apabila kita
mencermati salah satu sabda Rasulullah Saw dalam hadits riwayat Abu Daud, Hakim
dan Imam Baihaqi, bahwa setiap seratus tahun sekali, Allah akan mengutus orang
yang akan memperbaharui din (agama)–Nya, maka
konsep tajdîd adalah sesuatu yang sudah diprogramkan oleh
Allah. Bahkan, kalau boleh dikatakan, ia memang sesuatu yang diperintahkan.
Apabila dalam konteks din saja, harus ada gerakan tajdîd,
maka apalagi dalam tataran fiqh yang tentunya hanya merupakan salah satu
partikel kecil dari din tersebut. Namun persoalannya, tajdîd seperti
apa yang dikehendaki? Apakah tajdîd dalam pengertian
rekonstruksi atau malah sebuah dekonstruksi (tabdîd, tahrîf)? Untuk itu,
mari kita samakan dahulu persepsi tentang tajdid ini.
Tajdîd (pembaharuan,
renovasi) bukan berarti tabdîd, tahrîf atau taghyîr.
Untuk lebih memudahkan pengertian tajdîd ini, penulis akan
sodorkan sebuah analogi ringan. Apabila ada sebuah bangunan kuno bersejarah
atau sebuah rumah yang hendak ditajdîd (renovasi), maka ada
beberapa ciri penting dari usaha tajdîd ini: 1) tetap menjaga
esensi dari bangunan lama tersebut sesuai dengan ciri khas, tabiat dan
modelnya. 2) hanya memperbaiki bagian-bagian yang sudah rusak atau sudah lemah
dan 3) menambahkan aksesoris baru dengan tanpa merubah dan mengotak-atik ciri
khas atau esensi dari bangunan kuno tersebut. Aksesoris ini semisal halamannya,
kebunnya dan kebersihan atapnya. Hal ini dimaksudkan agar bangunan tersebut
dapat tetap indah dan makin nyaman dipandang, tetapi tentunya tidak
menghilangkan ciri keasliannya. Itulah tajdîd. Namun, apabila
semua bangunan kuno tadi dirobohkan, atau ciri-ciri khasnya dihilangkan dan
diganti dengan yang baru, maka ia bukan sebuah tajdîd, akan tetapi tabdîd, tahrîf atau taghyîr.
Dari uraian diatas
secara jelas Aep Saepulloh D. Menyatakan bahwa tajdid merupakan pembaruan dalam
arti yaitu penegakan aturan agama islam sesuai dengan Al- Qur’an dan Hadist Rosul
sesuai dengan kondisi atau kejadian yang terjadi sekarang ini tanpa
meninggalkan ajaran Islam yang sebenarnya.
Dalam wacana lain
yang ditulis oleh Muhammad Ikhsan,
Mahasiswa Pasca Sarjana Program Studi Kajian Timur Tengah Dan
Islam Kekhususan Kajian Islam Universitas Indonesia Jakarta, tajdid
dijabarkan sebagai berikut :
Kata tajdid sendiri
secara bahasa berarti “mengembalikan sesuatu kepada kondisinya yang
seharusnya”. Dalam bahasa Arab, sesuatu dikatakan “jadid” (baru), jika
bagian-bagiannya masih erat menyatu dan masih jelas. Maka upaya tajdid seharusnya
adalah upaya untuk mengembalikan keutuhan dan kemurnian Islam kembali. Atau
dengan ungkapan yang lebih jelas, Thahir ibn ‘Asyur mengatakan,
Pembaharuan agama itu
mulai direalisasikan dengan mereformasi kehidupan manusia di dunia. Baik dari
sisi pemikiran agamisnya dengan upaya mengembalikan pemahaman yang benar
terhadap agama sebagaimana mestinya, dari sisi pengamalan agamisnya dengan
mereformasi amalan-amalannya, dan juga dari sisi upaya menguatkan kekuasaan
agama.
Pengertian ini
menunjukkan bahwa sesuatu yang akan mengalami proses tajdid adalah
sesuatu yang memang telah memiliki wujud dan dasar yang riil dan jelas. Sebab
jika tidak, ke arah mana tajdid itu akan dilakukan? Sesuatu
yang pada dasarnya memang adalah ajaran yang batil –dan semakin lama semakin
batil-, akan ditajdid menjadi apa? Itulah sebabnya, hanya Syariat
Islam satu-satunya syariat samawiyah yang mungkin
mengalami tajdid. Sebabnya dasar pijakannya masih terjaga
dengan sangat jelas hingga saat ini, dan dapat dipertanggungjawabkan. Adapun
Syariat agama Yahudi atau Kristen –misalnya-, keduanya tidak mungkin
mengalami tajdid, sebab pijakan yang sesungguhnya sudah tidak
ada. Yang ada hanyalah “apa yang disangka” sebagai pijakan, padahal bukan.
Tidak mengherankan jika kemudian aliran Prostestan menerima “kemenangan” akal
dan sains atas agama, sebab gereja pada mulanya tidak menerimanya, sebab
teks-teks Injil tidak memungkinkan untuk itu. Dan yang seperti sama sekali
tidak dapat disebut sebagai tajdid.
Dalam Islam sendiri,
seputar ide tajdid ini, Rasulullah saw. sendiri telah
menegaskan dalam haditsnya tentang kemungkinan itu. Beliau mengatakan, yang
artinya:
“Sesungguhnya Allah
akan mengutus untuk ummat ini pada setiap pengujung seratus tahun orang yang
akan melakukan tajdid (pembaharuan) terhadap agamanya.” (HR.
Abu Dawud , no. 3740)
Tajdid yang
dimaksud oleh Rasulullah saw di sini tentu bukanlah mengganti atau mengubah
agama, akan tetapi –seperti dijelaskan oleh Abbas Husni Muhammad maksudnya
adalah mengembalikannya seperti sediakala dan memurnikannya dari berbagai
kebatilan yang menempel padanya disebabkan hawa nafsu manusia sepanjang zaman.
Terma “mengembalikan agama seperti sediakala” tidaklah berarti bahwa seorang
pelaku tajdid (mujaddid) hidup menjauh dari zamannya
sendiri, tetapi maknanya adalah memberikan jawaban kepada era kontemporer
sesuai dengan Syariat Allah Ta’ala setelah ia dimurnikan dari
kebatilan yang ditambahkan oleh tangan jahat manusia ke dalamnya. Itulah
sebabnya, di saat yang sama, upaya tajdid secara otomatis
digencarkan untuk menjawab hal-hal yang mustahdatsat (persoalan-persoalan
baru) yang kontemporer. Dan untuk itu, upaya tajdid sama
sekali tidak membenarkan segala upaya mengoreksi nash-nash syar’i yang shahih,
atau menafsirkan teks-teks syar’i dengan metode yang menyelisihi ijma’ ulama
Islam. Sama sekali bukan.
Dengan demikian,
dapat disimpulkan bahwa tajdid dalam Islam mempunyai 2
bentuk: Pertama, memurnikan agama -setelah perjalanannya
berabad-abad lamanya- dari hal-hal yang menyimpang dari Al-Qur’an dan
As-Sunnah. Konsekuensinya tentu saja adalah kembali kepada bagaimana Rasulullah
SAW dan para sahabatnya mengejawantahkan Islam dalam keseharian mereka. Kedua, memberikan
jawaban terhadap setiap persoalan baru yang muncul dan berbeda dari satu zaman
dengan zaman yang lain. Meski harus diingat, bahwa “memberikan jawaban” sama
sekali tidak identik dengan membolehkan atau menghalalkannya. Intinya adalah
bahwa Islam mempunyai jawaban terhadap hal itu.
Berdasarkan ini pula,
maka kita dapat memahami bahwa bidang-bidang tajdid itu
mencakup seluruh bagian ajaran Islam. Tidak hanya fikih, namun juga aqidah,
akhlaq dan yang lainnya. Tajdid dapat saja dilakukan terhadap
aqidah, jika aqidah ummat telah mengalami pergeseran dari yang seharusnya.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Latar Belakang
Munculnya Tajdid
Ada dua aspek yang
melandasi kemunculan tajdid dalam Islam antara lain:
1. Aspek Teologis
Aspek Teologis adalah landasan atau dasar-dasar
keagamaan yang dijadikan rujukan dalam pelaksanaan tajdid.Dasar-dasar keagamaan
yang dijadikan rujukkan digali dari sumber pokok ajaran Islam yaitu al-qur'an
dan As-Sunnah sebagai penjelas yang dipahami dengan akal pikiran.
2. Aspek Historis
Aspek historis ialah tantangan-tantangan dan respon
yang dimunculkan umat Islam pada kurun waktu tertentu.Nabi Muhammad SAW adalah
seorang Mujaddid, bila kita melihat dari sisi bahwa Nabi Muhammad SAW.
Menurut
Drs. Syaikhul Hadi Permana MA adalah keterbelakangan kondisi umat Islam sejak
abad ke-12 sampai dengan abad ke-19, bahkan sampai dengan sekarang.
Faktor-faktor penyebab keterbelakangan umat Islam sepanjang sejarah
berbeda-beda dan tidak hanya satu faktor, tetapi beberapa faktor secara
kumulatif akan tetapi faktor-faktor itu tidak lepas dari hal-hal sebagai
berikut:
1.
Ambisi perebutan kekuasaan (perpecahan politik)
2.
Kemorosotan moral terutam pada penguasa yang
melenyapkan identitas muslim, korupsi, kemewahan hidup, sistem feudal yang
menguasai tanah yang sangat luas
3.
Politik adu domba yang dilancarkan pihak lain
4.
Kurang atau tidak mengamalkan ajaran agamanya (lemah
iman)
5.
Kemunduran ilmu pengetahuan dan teknologi.
Kesemuanya
itu kalau diringkas ada 3 penyebab, yaitu perpecahan, dekadensi moral dan
kebodohan. Untuk itu perlu adanya toleransi internal, peningkatan pendidikan
dan pengajaran terutama dalam bidang sains dan teknologi. Tajdid dalam konteks
ini diberi makna pembaruan, atau mondernisasi.
2.2 Tema-Tema Tajdid
dalam Islam
Tema pembaharuan dalam Islam yang disuarakan oleh para pembaru adalah :
Tema pembaharuan dalam Islam yang disuarakan oleh para pembaru adalah :
1. Kembali
kepada Al-Qur'an
dan As-Sunnah
Seruan para pembaharu Islam kepada Ummatnya untuk
Kembali kepada al-Qur'an dan Sunnah dimaksudkan agar mereka kembali kepada
Islam sejati dan meninggalkan segala bentuk praktek keagamaan yang menyimpang
dari tuntunan al-Qur'an dan As-Sunnah.
2. Membuka
kembali pintu ijtihad.
Jika Al-Qur'an dan As-Sunnah merupakan sumber hakiki dan
sempurna sebagai pedoman, maka sumber-sumber selain kedua sumber tersebut tidak
wajib diikuti secara mutlak.Proses Ijtihad adalah menggunakan segenap kemampuan
intelektualnya melalui kedalaman ilmu untuk menggali hikmah yang terkandung
dalam ajaran Al-Qur'an dan As-Sunnah.
2.3 Tujuan Pembaruan
dalam Islam
Berbicara
mengenai tujuan pembaruan Islam, maka tidak dapat dilepaskan dari misi yang
diemban oleh gerakan tersebut. Menurut Achmad Jainuri bahwa pembaruan Islam
memiliki dua misi ganda, yaitu misi purifikasi, dan misi implementasi ajaran
Islam di tengah tantangan jaman.
Bertitik-tolak
dari kedua misi di atas, maka tujuan pokok dari pembaruan Islam adalah:
Pertama, purifikasi ajaran Islam, yaitu mengembalikan semua bentuk kehidupan
keagamaan pada jaman awal Islam sebagaimana dipraktekkan pada masa Nabi. Jaman
Nabi sebagaimana digambarkan oleh Sayyid Qutb sebagai periode yang hebat, suatu
puncak yang luar-biasa dan cemerlang dan merupakan masa yang dapat terulang.
Terjadinya banyak penyimpangan dari ajaran pokok Islam pasca Nabi bukan karena
kurang sempurnanya Islam, tetapi karena kurang mampunya untuk menangkap Islam sesuai
semangat jaman; serta dalam konteks ini, banyaknya unsur-unsur luar yang masuk
dan bertentangan dengan Islam sehingga diperlukan adanya upaya untuk
mengembalikan atau memurnikan kembali sesuai dengan orisinalitas Islam. Upaya
ini dapat dilakukan dengan membentengi keyakinan akidah Islam, serta berbagai
bentuk ritual dari pengaruh sesat.
Kedua,
menjawab tantangan jaman. Islam diyakini sebagai agama universal, yaitu agama
yang di dalamnya terkandung berbagai konsep tuntutan dan pedoman bagi segala aspek
kehidupan umat manusia, sekaligus bahwa Islam senantiasa sesuai dengan semangat
jaman. Dengan berlandaskan pada universalitas ajaran Islam itu, maka gerakan
pembaruan dimaksudkan sebagai upaya untuk mengimplementasi-kan ajaran Islam
sesuai dengan tantangan perkembangan kehidupan umat manusia.
2.4 Ijtihad
sebagai Kunci Pembaruan Islam
Untuk
mewujudkan kedua tujuan di atas, maka ijtihad dapat dipandang sebagai metode
pokok untuk berjalannya gerakan pembaruan Islam (tajdid). Statemen ini tentunya
tidak terlalu berlebihan karena pada dasarnya pembaruan Islam akan bermuara
kepada aktualisasi, rasionalisasi, dan kontekstualisasi ajaran Islam di tengah
kehidupan sosial, dan semua itu memerlukan upaya ijtihady.
Aktualisasi
di sini berkaitan dengan bagaimana agar pelaksanaan kehidupan umat tidak
menyimpang dari ajaran Islam sekaligus bagaimana agar makna universalitas Islam
dapat terwujud dan teraktualisasikan dalam semangat jaman sehingga dalam
kehidupan sosial, Islam tidak dijadikan sebagai alasan terjadinya kemunduran
dan kelemahan, bahkan kehancuran. Padahal, hal itu sebenarnya disebab-kan
ketidakmampuannya menerjemahkan Islam dalam tatanan kehidupan yang terus
berkembang.
Dalam
konteks sejarahnya bahwa ijtihad telah memberikan sumbangan besar dalam
perkembangan pemikiran umat Islam, khususnya dalam upaya menghadapi persoalan
kehidupan sosial. Tentu ijtihad dalam konteks ini bukan dibatasi dalam hal
hukum (syari’ah) semata yang selama ini banyak dipahami, melainkan yang
terpenting bagaimana ijtihad dimaknai sebagai upaya untuk menilai “ulang”
terhadap berbagai warisan keagamaan yang ada, serta adanya kebebasan untuk
menafsirkan kembali sesuai dengan pemikiran modern. Semangat untuk terus
menghidupkan ijtihad merupakan salah satu tema pokok yang selalu digelorakan
oleh para pembaru (mujaddidun).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Pengertian Tajdid adalah Pertama, memurnikan
agama -setelah perjalanannya berabad-abad lamanya- dari hal-hal yang menyimpang
dari Al-Qur’an dan As-Sunnah. Konsekuensinya tentu saja adalah kembali kepada
bagaimana Rasulullah SAW dan para sahabatnya mengejawantahkan Islam dalam
keseharian mereka. Kedua, memberikan jawaban terhadap setiap
persoalan baru yang muncul dan berbeda dari satu zaman dengan zaman yang lain.
Meski harus diingat, bahwa “memberikan jawaban” sama sekali tidak identik
dengan membolehkan atau menghalalkannya. Intinya adalah bahwa Islam mempunyai
jawaban terhadap hal itu.
2. Tujuan Tajdid dalam Islam
adalah Pertama, purifikasi ajaran Islam, yaitu mengembalikan
semua bentuk kehidupan keagamaan pada jaman awal Islam sebagaimana dipraktekkan
pada masa Nabi. Kedua,
menjawab tantangan jaman. Islam diyakini sebagai agama universal, yaitu agama
yang di dalamnya terkandung berbagai konsep tuntutan dan pedoman bagi segala
aspek kehidupan umat manusia, sekaligus bahwa Islam senantiasa sesuai dengan
semangat jaman.
3. Dalam
konteks sejarahnya bahwa ijtihad telah memberikan sumbangan besar dalam
perkembangan pemikiran umat Islam, khususnya dalam upaya menghadapi persoalan
kehidupan sosial. Semangat
untuk terus menghidupkan ijtihad merupakan salah satu tema pokok yang selalu
digelorakan oleh para pembaru (mujaddidun).
B. Saran
Tajdid
atau pembaharuan dalam Islam memang perlu terus dilakukan oleh ulama-ulama muslim.
Hal ini untuk melindungi ajaran–ajaran agama yang semakin hari luntur oleh
fenomena modern yang berkembang di masyarakat. Pola kehidupan masyarakat modern
yang memiliki budaya baru yang lebih bebas cenderung melupakan ajaran – ajaran
agama yang sebenarnya.
Disinilah
peran tajdid harus dikedepankan, karena dengan hadirnya tajdid dari pemikiran –
pemikiran
para cendekiawan dan tokoh agama, perubahan – perubahan kehidupan tetap bisa
berjalan sesuai dengan koridor agama Islam yang sesuai dengan Al – Qur’an dan
Hadist.
Daftar Pustaka
http://id.wikipedia.org/wiki/Tajdid diakses
tanggal 24 Januari 2010
http://www.suaramerdeka.com/harian/0611/16/opi03.htm diakses
tanggal 24 Januari 2010
http://pwkpersis.wordpress.com/ diakses
tanggal 24 Januari 2010
http://pwkpersis.wordpress.com/2008/05/29/tajdid-al-fiqh-why-not/ diakses
tanggal 24 Januari 2010
http://www.wahdah.or.id/wis/index.php?option=com_content&task=view&id=305&Itemid=193 diakses
tanggal 25 Januari 2010
http://taufiqnugroho.blogspot.com/2009/02/tajdid-gerakan-muhammadiyah-dalam.html diakses
tanggal 26 Januari 2010
WALDAN RIFQI.
pengertian tentang tajdid
http://www.masbied.com/search/latar-belakang-tajdid
Tidak ada komentar:
Posting Komentar