Selasa, 14 November 2017

Tajdid

TAJDID

BAB I
PENDAHULUAN
I.     Pengertian Tajdid

Secara umum, pengertian tajdid seperti dikutip dari Wikipedia adalah sebagai berikut :

Kata “Tajdid” diambil dari bahasa Arab yang berkata dasar “Jaddada-Yujaddidu-Tajdiidan” yang artinya memperbarui. Kata ini kemudian dijadikan jargon dalam gerakan pembaruan Islam agar terlepas dari Bid’ahTakhayyul dan Khurafat. Gerakan ini diilhami dari Gerakan Wahabi di Arab Saudi dan Pemikiran Al-Afghani yang dibuang di Mesir. Gerakan ini kemudian menjadi ruh dalam beberapa Organisasi seperti Sarekat Islam, Muhammadiyyah dan Al-Irsyad juga Persatuan Islam di Jawa. Gerakan ini pula pernah menjadi ruh perjuangan Tuanku Imam Bonjol dalam menggerakkan kaum Paderi. Gerakan ini kemudian mengalami Kanter dari Akademisi Jawa Kejawen yang kemudian menggabungkan diri dalam Budhi Oetomo dan Ulama Jawa yang bergabung dalam Nahdhatul Ulama. Meski gerakan ini kini sudah mulai melemah, namun semangatnya kini terus diwariskan pada generasi berikutnya hingga muncullah Jaringan Islam Liberal yang memiliki visi Tajdid ini meski kemudian ditentang oleh para Tokoh ummat Islam yang aktif dalam Organisasi yang dulunya mengusung ruh Tajdid.
Selain itu, seperti ditulis Aep Saepulloh F. Dalam artikelnya yang berjudul “Tajdid al-FiqhWhy Not?” mengungkapkan bahwa akhir – akhir ini banyak sekali wacana tajdid yang diperdebatkan kembali. Menurutnya hal  ini dikarenakan dua hal yaitu  Pertama, “kegerahan” sebagian kalangan dengan fiqh yang selama ini– dalam kacamata mereka– cenderung kaku, rigid dan sudah kehilangan “ruh”nya. Untuk mengembalikan “ruh”nya inilah, kemudian mereka menyodorkan beberapa ma’âlim pembaharuan dan rekonstruksi sebagaimana terlihat dalam tulisan-tulisannya. Kedua, sebagai reaksi atas kepicikan sebagian kelompok yang sudah “keterlaluan” dalam melihat fiqh; seolah fiqh adalah benda kramat yang mampu menjawab semua tantangan dan persoalan kapanpun sehingga karenanya tidak perlu adanya perubahan. Hanya saja, sayangnya kelompok “pembaharu” ini terkadang lepas kendali, keluar dari koridor wacana yang dibawanya, tajdîd.
Apabila kita mencermati salah satu sabda Rasulullah Saw dalam hadits riwayat Abu Daud, Hakim dan Imam Baihaqi, bahwa setiap seratus tahun sekali, Allah akan mengutus orang yang akan memperbaharui din (agama)Nya, maka konsep tajdîd adalah sesuatu yang sudah diprogramkan oleh Allah. Bahkan, kalau boleh dikatakan, ia memang sesuatu yang diperintahkan. Apabila dalam konteks din saja, harus ada gerakan tajdîd, maka apalagi dalam tataran fiqh yang tentunya hanya merupakan salah satu partikel kecil dari din tersebut. Namun persoalannya, tajdîd seperti apa yang dikehendaki? Apakah tajdîd dalam pengertian rekonstruksi atau malah sebuah dekonstruksi (tabdîd, tahrîf)? Untuk itu, mari kita samakan dahulu persepsi tentang tajdid ini.
Tajdîd (pembaharuan, renovasi) bukan berarti tabdîdtahrîf atau taghyîr. Untuk lebih memudahkan pengertian tajdîd ini, penulis akan sodorkan sebuah analogi ringan. Apabila ada sebuah bangunan kuno bersejarah atau sebuah rumah yang hendak ditajdîd (renovasi), maka ada beberapa ciri penting dari usaha tajdîd ini: 1) tetap menjaga esensi dari bangunan lama tersebut sesuai dengan ciri khas, tabiat dan modelnya. 2) hanya memperbaiki bagian-bagian yang sudah rusak atau sudah lemah dan 3) menambahkan aksesoris baru dengan tanpa merubah dan mengotak-atik ciri khas atau esensi dari bangunan kuno tersebut. Aksesoris ini semisal halamannya, kebunnya dan kebersihan atapnya. Hal ini dimaksudkan agar bangunan tersebut dapat tetap indah dan makin nyaman dipandang, tetapi tentunya tidak menghilangkan ciri keasliannya. Itulah tajdîd. Namun, apabila semua bangunan kuno tadi dirobohkan, atau ciri-ciri khasnya dihilangkan dan diganti dengan yang baru, maka ia bukan sebuah tajdîd, akan tetapi tabdîdtahrîf atau taghyîr.
Dari uraian diatas secara jelas Aep Saepulloh D. Menyatakan bahwa tajdid merupakan pembaruan dalam arti yaitu penegakan aturan agama islam sesuai dengan Al- Qur’an dan Hadist Rosul sesuai dengan kondisi atau kejadian yang terjadi sekarang ini tanpa meninggalkan ajaran Islam yang sebenarnya.
Dalam wacana lain yang ditulis oleh Muhammad Ikhsan, Mahasiswa Pasca Sarjana Program Studi Kajian Timur Tengah Dan Islam Kekhususan Kajian Islam Universitas Indonesia Jakarta, tajdid dijabarkan sebagai berikut :
Kata tajdid sendiri secara bahasa berarti “mengembalikan sesuatu kepada kondisinya yang seharusnya”. Dalam bahasa Arab, sesuatu dikatakan “jadid” (baru)jika bagian-bagiannya masih erat menyatu dan masih jelas. Maka upaya tajdid seharusnya adalah upaya untuk mengembalikan keutuhan dan kemurnian Islam kembali. Atau dengan ungkapan yang lebih jelas, Thahir ibn ‘Asyur mengatakan,
Pembaharuan agama itu mulai direalisasikan dengan mereformasi kehidupan manusia di dunia. Baik dari sisi pemikiran agamisnya dengan upaya mengembalikan pemahaman yang benar terhadap agama sebagaimana mestinya, dari sisi pengamalan agamisnya dengan mereformasi amalan-amalannya, dan juga dari sisi upaya menguatkan kekuasaan agama.
Pengertian ini menunjukkan bahwa sesuatu yang akan mengalami proses tajdid adalah sesuatu yang memang telah memiliki wujud dan dasar yang riil dan jelas. Sebab jika tidak, ke arah mana tajdid itu akan dilakukan? Sesuatu yang pada dasarnya memang adalah ajaran yang batil –dan semakin lama semakin batil-, akan ditajdid menjadi apa? Itulah sebabnya, hanya Syariat Islam satu-satunya syariat samawiyah yang mungkin mengalami tajdid. Sebabnya dasar pijakannya masih terjaga dengan sangat jelas hingga saat ini, dan dapat dipertanggungjawabkan. Adapun Syariat agama Yahudi atau Kristen –misalnya-, keduanya tidak mungkin mengalami tajdid, sebab pijakan yang sesungguhnya sudah tidak ada. Yang ada hanyalah “apa yang disangka” sebagai pijakan, padahal bukan. Tidak mengherankan jika kemudian aliran Prostestan menerima “kemenangan” akal dan sains atas agama, sebab gereja pada mulanya tidak menerimanya, sebab teks-teks Injil tidak memungkinkan untuk itu. Dan yang seperti sama sekali tidak dapat disebut sebagai tajdid.
Dalam Islam sendiri, seputar ide tajdid ini, Rasulullah saw. sendiri telah menegaskan dalam haditsnya tentang kemungkinan itu. Beliau mengatakan, yang artinya:
“Sesungguhnya Allah akan mengutus untuk ummat ini pada setiap pengujung seratus tahun orang yang akan melakukan tajdid (pembaharuan) terhadap agamanya.” (HR. Abu Dawud , no. 3740)
Tajdid yang dimaksud oleh Rasulullah saw di sini tentu bukanlah mengganti atau mengubah agama, akan tetapi –seperti dijelaskan oleh Abbas Husni Muhammad maksudnya adalah mengembalikannya seperti sediakala dan memurnikannya dari berbagai kebatilan yang menempel padanya disebabkan hawa nafsu manusia sepanjang zaman. Terma “mengembalikan agama seperti sediakala” tidaklah berarti bahwa seorang pelaku tajdid (mujaddid) hidup menjauh dari zamannya sendiri, tetapi maknanya adalah memberikan jawaban kepada era kontemporer sesuai dengan Syariat Allah Ta’ala setelah ia dimurnikan dari kebatilan yang ditambahkan oleh tangan jahat manusia ke dalamnya. Itulah sebabnya, di saat yang sama, upaya tajdid secara otomatis digencarkan untuk menjawab hal-hal yang mustahdatsat (persoalan-persoalan baru) yang kontemporer. Dan untuk itu, upaya tajdid sama sekali tidak membenarkan segala upaya mengoreksi nash-nash syar’i yang shahih, atau menafsirkan teks-teks syar’i dengan metode yang menyelisihi ijma’ ulama Islam. Sama sekali bukan.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tajdid dalam Islam mempunyai 2 bentuk: Pertama, memurnikan agama -setelah perjalanannya berabad-abad lamanya- dari hal-hal yang menyimpang dari Al-Qur’an dan As-Sunnah. Konsekuensinya tentu saja adalah kembali kepada bagaimana Rasulullah SAW dan para sahabatnya mengejawantahkan Islam dalam keseharian mereka. Kedua, memberikan jawaban terhadap setiap persoalan baru yang muncul dan berbeda dari satu zaman dengan zaman yang lain. Meski harus diingat, bahwa “memberikan jawaban” sama sekali tidak identik dengan membolehkan atau menghalalkannya. Intinya adalah bahwa Islam mempunyai jawaban terhadap hal itu.
Berdasarkan ini pula, maka kita dapat memahami bahwa bidang-bidang tajdid itu mencakup seluruh bagian ajaran Islam. Tidak hanya fikih, namun juga aqidah, akhlaq dan yang lainnya. Tajdid dapat saja dilakukan terhadap aqidah, jika aqidah ummat telah mengalami pergeseran dari yang seharusnya.


BAB  II
PEMBAHASAN

2.1 Latar Belakang Munculnya Tajdid
      Ada dua aspek yang melandasi kemunculan tajdid dalam Islam antara lain:
1. Aspek Teologis
Aspek Teologis adalah landasan atau dasar-dasar keagamaan yang dijadikan rujukan dalam pelaksanaan tajdid.Dasar-dasar keagamaan yang dijadikan rujukkan digali dari sumber pokok ajaran Islam yaitu al-qur'an dan As-Sunnah sebagai penjelas yang dipahami dengan akal pikiran.
2. Aspek Historis
Aspek historis ialah tantangan-tantangan dan respon yang dimunculkan umat Islam pada kurun waktu tertentu.Nabi Muhammad SAW adalah seorang Mujaddid, bila kita melihat dari sisi bahwa Nabi Muhammad SAW.

  Menurut Drs. Syaikhul Hadi Permana MA adalah keterbelakangan kondisi umat Islam sejak abad ke-12 sampai dengan abad ke-19, bahkan sampai dengan sekarang. Faktor-faktor penyebab keterbelakangan umat Islam sepanjang sejarah berbeda-beda dan tidak hanya satu faktor, tetapi beberapa faktor secara kumulatif akan tetapi faktor-faktor itu tidak lepas dari hal-hal sebagai berikut:
1.      Ambisi perebutan kekuasaan (perpecahan politik)
2.      Kemorosotan moral terutam pada penguasa yang melenyapkan identitas muslim, korupsi, kemewahan hidup, sistem feudal yang menguasai tanah yang sangat luas
3.      Politik adu domba yang dilancarkan pihak lain
4.      Kurang atau tidak mengamalkan ajaran agamanya (lemah iman)
5.      Kemunduran ilmu pengetahuan dan teknologi.
     Kesemuanya itu kalau diringkas ada 3 penyebab, yaitu perpecahan, dekadensi moral dan kebodohan. Untuk itu perlu adanya toleransi internal, peningkatan pendidikan dan pengajaran terutama dalam bidang sains dan teknologi. Tajdid dalam konteks ini diberi makna pembaruan, atau mondernisasi.

2.2 Tema-Tema Tajdid dalam Islam
     Tema pembaharuan dalam Islam yang disuarakan oleh para pembaru adalah :
1.    Kembali kepada Al-Qur'an dan As-Sunnah
Seruan para pembaharu Islam kepada Ummatnya untuk Kembali kepada al-Qur'an dan Sunnah dimaksudkan agar mereka kembali kepada Islam sejati dan meninggalkan segala bentuk praktek keagamaan yang menyimpang dari tuntunan al-Qur'an dan As-Sunnah.

2.     Membuka kembali pintu ijtihad.
Jika Al-Qur'an dan As-Sunnah merupakan sumber hakiki dan sempurna sebagai pedoman, maka sumber-sumber selain kedua sumber tersebut tidak wajib diikuti secara mutlak.Proses Ijtihad adalah menggunakan segenap kemampuan intelektualnya melalui kedalaman ilmu untuk menggali hikmah yang terkandung dalam ajaran Al-Qur'an dan As-Sunnah.


2.3 Tujuan Pembaruan dalam Islam

Berbicara mengenai tujuan pembaruan Islam, maka tidak dapat dilepaskan dari misi yang diemban oleh gerakan tersebut. Menurut Achmad Jainuri bahwa pembaruan Islam memiliki dua misi ganda, yaitu misi purifikasi, dan misi implementasi ajaran Islam di tengah tantangan jaman.
Bertitik-tolak dari kedua misi di atas, maka tujuan pokok dari pembaruan Islam adalah: Pertama, purifikasi ajaran Islam, yaitu mengembalikan semua bentuk kehidupan keagamaan pada jaman awal Islam sebagaimana dipraktekkan pada masa Nabi. Jaman Nabi sebagaimana digambarkan oleh Sayyid Qutb sebagai periode yang hebat, suatu puncak yang luar-biasa dan cemerlang dan merupakan masa yang dapat terulang. Terjadinya banyak penyimpangan dari ajaran pokok Islam pasca Nabi bukan karena kurang sempurnanya Islam, tetapi karena kurang mampunya untuk menangkap Islam sesuai semangat jaman; serta dalam konteks ini, banyaknya unsur-unsur luar yang masuk dan bertentangan dengan Islam sehingga diperlukan adanya upaya untuk mengembalikan atau memurnikan kembali sesuai dengan orisinalitas Islam. Upaya ini dapat dilakukan dengan membentengi keyakinan akidah Islam, serta berbagai bentuk ritual dari pengaruh sesat.
Kedua, menjawab tantangan jaman. Islam diyakini sebagai agama universal, yaitu agama yang di dalamnya terkandung berbagai konsep tuntutan dan pedoman bagi segala aspek kehidupan umat manusia, sekaligus bahwa Islam senantiasa sesuai dengan semangat jaman. Dengan berlandaskan pada universalitas ajaran Islam itu, maka gerakan pembaruan dimaksudkan sebagai upaya untuk mengimplementasi-kan ajaran Islam sesuai dengan tantangan perkembangan kehidupan umat manusia.

2.4 Ijtihad sebagai Kunci Pembaruan Islam
  
      Untuk mewujudkan kedua tujuan di atas, maka ijtihad dapat dipandang sebagai metode pokok untuk berjalannya gerakan pembaruan Islam (tajdid). Statemen ini tentunya tidak terlalu berlebihan karena pada dasarnya pembaruan Islam akan bermuara kepada aktualisasi, rasionalisasi, dan kontekstualisasi ajaran Islam di tengah kehidupan sosial, dan semua itu memerlukan upaya ijtihady.

     Aktualisasi di sini berkaitan dengan bagaimana agar pelaksanaan kehidupan umat tidak menyimpang dari ajaran Islam sekaligus bagaimana agar makna universalitas Islam dapat terwujud dan teraktualisasikan dalam semangat jaman sehingga dalam kehidupan sosial, Islam tidak dijadikan sebagai alasan terjadinya kemunduran dan kelemahan, bahkan kehancuran. Padahal, hal itu sebenarnya disebab-kan ketidakmampuannya menerjemahkan Islam dalam tatanan kehidupan yang terus berkembang.

     Dalam konteks sejarahnya bahwa ijtihad telah memberikan sumbangan besar dalam perkembangan pemikiran umat Islam, khususnya dalam upaya menghadapi persoalan kehidupan sosial. Tentu ijtihad dalam konteks ini bukan dibatasi dalam hal hukum (syari’ah) semata yang selama ini banyak dipahami, melainkan yang terpenting bagaimana ijtihad dimaknai sebagai upaya untuk menilai “ulang” terhadap berbagai warisan keagamaan yang ada, serta adanya kebebasan untuk menafsirkan kembali sesuai dengan pemikiran modern. Semangat untuk terus menghidupkan ijtihad merupakan salah satu tema pokok yang selalu digelorakan oleh para pembaru (mujaddidun).

  
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

1.      Pengertian Tajdid adalah Pertama, memurnikan agama -setelah perjalanannya berabad-abad lamanya- dari hal-hal yang menyimpang dari Al-Qur’an dan As-Sunnah. Konsekuensinya tentu saja adalah kembali kepada bagaimana Rasulullah SAW dan para sahabatnya mengejawantahkan Islam dalam keseharian mereka. Kedua, memberikan jawaban terhadap setiap persoalan baru yang muncul dan berbeda dari satu zaman dengan zaman yang lain. Meski harus diingat, bahwa “memberikan jawaban” sama sekali tidak identik dengan membolehkan atau menghalalkannya. Intinya adalah bahwa Islam mempunyai jawaban terhadap hal itu.
2.      Tujuan Tajdid dalam Islam adalah Pertama, purifikasi ajaran Islam, yaitu mengembalikan semua bentuk kehidupan keagamaan pada jaman awal Islam sebagaimana dipraktekkan pada masa Nabi. Kedua, menjawab tantangan jaman. Islam diyakini sebagai agama universal, yaitu agama yang di dalamnya terkandung berbagai konsep tuntutan dan pedoman bagi segala aspek kehidupan umat manusia, sekaligus bahwa Islam senantiasa sesuai dengan semangat jaman.
3.      Dalam konteks sejarahnya bahwa ijtihad telah memberikan sumbangan besar dalam perkembangan pemikiran umat Islam, khususnya dalam upaya menghadapi persoalan kehidupan sosial. Semangat untuk terus menghidupkan ijtihad merupakan salah satu tema pokok yang selalu digelorakan oleh para pembaru (mujaddidun).

B. Saran

Tajdid atau pembaharuan dalam Islam memang perlu terus dilakukan oleh ulama-ulama muslim. Hal ini untuk melindungi ajaran–ajaran agama yang semakin hari luntur oleh fenomena modern yang berkembang di masyarakat. Pola kehidupan masyarakat modern yang memiliki budaya baru yang lebih bebas cenderung melupakan ajaran – ajaran agama yang  sebenarnya.
Disinilah peran tajdid harus dikedepankan, karena dengan hadirnya tajdid dari pemikiran – pemikiran para cendekiawan dan tokoh agama, perubahan – perubahan kehidupan tetap bisa berjalan sesuai dengan koridor agama Islam yang sesuai dengan Al – Qur’an dan Hadist.


 Daftar   Pustaka

http://id.wikipedia.org/wiki/Tajdid diakses tanggal 24 Januari 2010
http://pwkpersis.wordpress.com/ diakses tanggal 24 Januari 2010
Ustadz Kholid Syamhudi, Lc. Asal usul Gerakan Perubahan Islam
Artikel
 www.ustadzkholid.com
WALDAN RIFQI. pengertian tentang tajdid

http://www.masbied.com/search/latar-belakang-tajdid

Tidak ada komentar:

Posting Komentar